Thursday, December 10, 2009

Curhat Prita Mulyasari

Inilah tulisan curahan hati seorang Prita Mulyasari mengenai apa yang dialaminya di Rumah Sakit Omni International. Tulisan ini membuat Rumah Sakit tersebut meradang, kemudian menuntut Ibu Prita Mulyasari ke pengadilan, dengan tuntutan Perdata maupun pidana. Selengkapnya dapat Anda baca sebagai berikut

RS OMNI DAPATKAN PASIEN DARI HASIL LAB FIKTIF

Prita Mulyasari – suaraPembaca

Jangan sampai kejadian saya ini menimpa ke nyawa manusia lainnya.
Terutama anak-anak, lansia, dan bayi. Bila anda berobat berhati-hatilah dengan kemewahan rumah sakit (RS) dan title international karena semakin mewah RS dan semakin pintar dokter maka semakin sering uji coba pasien, penjualan obat, dan suntikan.

Saya tidak mengatakan semua RS international seperti ini tapi saya mengalami kejadian ini di RS Omni International. Tepatnya tanggal 7 Agustus 2008 jam 20.30 WIB. Saya dengan kondisi panas tinggi dan pusing kepala datang ke RS OMNI Internasional dengan percaya bahwa RS tersebut berstandar International, yang tentunya pasti mempunyai ahli
kedokteran dan manajemen yang bagus.
Saya diminta ke UGD dan mulai diperiksa suhu badan saya dan hasilnya
39 derajat. Setelah itu dilakukan pemeriksaan darah dan hasilnya
adalah trombosit saya 27.000 dengan kondisi normalnya adalah 200.000.
Saya diinformasikan dan ditangani oleh dr I (umum) dan dinyatakan saya
wajib rawat inap. dr I melakukan pemeriksaan lab ulang dengan sample
darah saya yang sama dan hasilnya dinyatakan masih sama yaitu
thrombosit 27.000. dr I menanyakan dokter specialist mana yang akan saya gunakan. Tapi, saya meminta referensi darinya karena saya sama sekali buta dengan RS
ini. Lalu referensi dr I adalah dr H. dr H memeriksa kondisi saya dan
saya menanyakan saya sakit apa dan dijelaskan bahwa ini sudah positif
demam berdarah.
Mulai malam itu saya diinfus dan diberi suntikan tanpa penjelasan atau
izin pasien atau keluarga pasien suntikan tersebut untuk apa. Keesokan
pagi, dr H visit saya dan menginformasikan bahwa ada revisi hasil lab
semalam. Bukan 27.000 tapi 181.000 (hasil lab bisa dilakukan revisi?).
Saya kaget tapi dr H terus memberikan instruksi ke suster perawat
supaya diberikan berbagai macam suntikan yang saya tidak tahu dan
tanpa izin pasien atau keluarga pasien.
Saya tanya kembali jadi saya sakit apa sebenarnya dan tetap masih sama
dengan jawaban semalam bahwa saya kena demam berdarah. Saya sangat
khawatir karena di rumah saya memiliki 2 anak yang masih batita. Jadi
saya lebih memilih berpikir positif tentang RS dan dokter ini supaya
saya cepat sembuh dan saya percaya saya ditangani oleh dokter
profesional standard Internatonal.
Mulai Jumat terebut saya diberikan berbagai macam suntikan yang setiap
suntik tidak ada keterangan apa pun dari suster perawat, dan setiap
saya meminta keterangan tidak mendapatkan jawaban yang memuaskan.
Lebih terkesan suster hanya menjalankan perintah dokter dan pasien
harus menerimanya. Satu boks lemari pasien penuh dengan infus dan
suntikan disertai banyak ampul.
Tangan kiri saya mulai membengkak. Saya minta dihentikan infus dan
suntikan dan minta ketemu dengan dr H. Namun, dokter tidak datang
sampai saya dipindahkan ke ruangan. Lama kelamaan suhu badan saya
makin naik kembali ke 39 derajat dan datang dokter pengganti yang saya
juga tidak tahu dokter apa. Setelah dicek dokter tersebut hanya
mengatakan akan menunggu dr H saja.
Esoknya dr H datang sore hari dengan hanya menjelaskan ke suster untuk
memberikan obat berupa suntikan lagi. Saya tanyakan ke dokter tersebut
saya sakit apa sebenarnya dan dijelaskan saya kena virus udara. Saya
tanyakan berarti bukan kena demam berdarah. Tapi, dr H tetap
menjelaskan bahwa demam berdarah tetap virus udara. Saya dipasangkan
kembali infus sebelah kanan dan kembali diberikan suntikan yang sakit
sekali.

Malamnya saya diberikan suntikan 2 ampul sekaligus dan saya terserang
sesak napas selama 15 menit dan diberikan oxygen. Dokter jaga datang
namun hanya berkata menunggu dr H saja.
Jadi malam itu saya masih dalam kondisi infus. Padahal tangan kanan
saya pun mengalami pembengkakan seperti tangan kiri saya. Saya minta
dengan paksa untuk diberhentikan infusnya dan menolak dilakukan
suntikan dan obat-obatan.
Esoknya saya dan keluarga menuntut dr H untuk ketemu dengan kami.
Namun, janji selalu diulur-ulur dan baru datang malam hari. Suami dan
kakak-kakak saya menuntut penjelasan dr H mengenai sakit saya,
suntikan, hasil lab awal yang 27.000 menjadi revisi 181.000 dan
serangan sesak napas yang dalam riwayat hidup saya belum pernah
terjadi. Kondisi saya makin parah dengan membengkaknya leher kiri dan
mata kiri. dr H tidak memberikan penjelasan dengan memuaskan. Dokter tersebut
malah mulai memberikan instruksi ke suster untuk diberikan obat-obatan
kembali dan menyuruh tidak digunakan infus kembali. Kami berdebat
mengenai kondisi saya dan meminta dr H bertanggung jawab mengenai ini
dari hasil lab yang pertama yang seharusnya saya bisa rawat jalan
saja. dr H menyalahkan bagian lab dan tidak bisa memberikan keterangan
yang memuaskan.
Keesokannya kondisi saya makin parah dengan leher kanan saya juga
mulai membengkak dan panas kembali menjadi 39 derajat. Namun, saya
tetap tidak mau dirawat di RS ini lagi dan mau pindah ke RS lain.
Tapi, saya membutuhkan data medis yang lengkap dan lagi-lagi saya
dipermainkan dengan diberikan data medis yang fiktif.
Dalam catatan medis diberikan keterangan bahwa bab (buang air besar)
saya lancar padahal itu kesulitan saya semenjak dirawat di RS ini tapi
tidak ada follow up-nya sama sekali. Lalu hasil lab yang diberikan
adalah hasil thrombosit saya yang 181.000 bukan 27.000.
Saya ngotot untuk diberikan data medis hasil lab 27.000 namun sangat
dikagetkan bahwa hasil lab 27.000 tersebut tidak dicetak dan yang
tercetak adalah 181.000. Kepala lab saat itu adalah dr M dan setelah
saya komplain dan marah-marah dokter tersebut mengatakan bahwa catatan
hasil lab 27.000 tersebut ada di Manajemen Omni. Maka saya desak untuk
bertemu langsung dengan Manajemen yang memegang hasil lab tersebut.

Saya mengajukan komplain tertulis ke Manajemen Omni dan diterima oleh
Og(Customer Service Coordinator) dan saya minta tanda terima. Dalam
tanda terima tersebut hanya ditulis saran bukan komplain. Saya
benar-benar dipermainkan oleh Manajemen Omni dengan staff Og yang
tidak ada service-nya sama sekali ke customer melainkan seperti
mencemooh tindakan saya meminta tanda terima pengajuan komplain
tertulis.

Dalam kondisi sakit saya dan suami saya ketemu dengan manajemen. Atas
nama Og (Customer Service Coordinator) dan dr G (Customer Service
Manager) dan diminta memberikan keterangan kembali mengenai kejadian
yang terjadi dengan saya.
Saya benar-benar habis kesabaran dan saya hanya meminta surat
pernyataan dari lab RS ini mengenai hasil lab awal saya adalah 27.000
bukan 181.000. Makanya saya diwajibkan masuk ke RS ini padahal dengan
kondisi thrombosit 181.000 saya masih bisa rawat jalan.
Tanggapan dr G yang katanya adalah penanggung jawab masalah komplain
saya ini tidak profesional sama sekali. Tidak menanggapi komplain
dengan baik. Dia mengelak bahwa lab telah memberikan hasil lab 27.000
sesuai dr M informasikan ke saya. Saya minta duduk bareng antara lab,
Manajemen, dan dr H. Namun, tidak bisa dilakukan dengan alasan akan
dirundingkan ke atas (Manajemen) dan berjanji akan memberikan surat
tersebut jam 4 sore.
Setelah itu saya ke RS lain dan masuk ke perawatan dalam kondisi saya
dimasukkan dalam ruangan isolasi karena virus saya ini menular.
Menurut analisa ini adalah sakitnya anak-anak yaitu sakit gondongan
namun sudah parah karena sudah membengkak. Kalau kena orang dewasa
laki-laki bisa terjadi impoten dan perempuan ke pankreas dan kista.

Saya lemas mendengarnya dan benar-benar marah dengan RS Omni yang
telah membohongi saya dengan analisa sakit demam berdarah dan sudah
diberikan suntikan macam-macam dengan dosis tinggi sehingga mengalami
sesak napas. Saya tanyakan mengenai suntikan tersebut ke RS yang baru
ini dan memang saya tidak kuat dengan suntikan dosis tinggi sehingga
terjadi sesak napas.
Suami saya datang kembali ke RS Omni menagih surat hasil lab 27.000
tersebut namun malah dihadapkan ke perundingan yang tidak jelas dan
meminta diberikan waktu besok pagi datang langsung ke rumah saya.
Keesokan paginya saya tunggu kabar orang rumah sampai jam 12 siang
belum ada orang yang datang dari Omni memberikan surat tersebut.

Saya telepon dr G sebagai penanggung jawab kompain dan diberikan
keterangan bahwa kurirnya baru mau jalan ke rumah saya. Namun, sampai
jam 4 sore saya tunggu dan ternyata belum ada juga yang datang ke
rumah saya. Kembali saya telepon dr G dan dia mengatakan bahwa sudah
dikirim dan ada tanda terima atas nama Rukiah.
Ini benar-benar kebohongan RS yang keterlaluan sekali. Di rumah saya
tidak ada nama Rukiah. Saya minta disebutkan alamat jelas saya dan
mencari datanya sulit sekali dan membutuhkan waktu yang lama. LOgkanya
dalam tanda terima tentunya ada alamat jelas surat tertujunya ke mana
kan? Makanya saya sebut Manajemen Omni pembohon besar semua. Hati-hati
dengan permainan mereka yang mempermainkan nyawa orang.
Terutama dr G dan Og, tidak ada sopan santun dan etika mengenai
pelayanan customer, tidak sesuai dengan standard international yang RS
ini cantum.
Saya bilang ke dr G, akan datang ke Omni untuk mengambil surat
tersebut dan ketika suami saya datang ke Omni hanya dititipkan ke
resepsionis saja dan pas dibaca isi suratnya sungguh membuat sakit
hati kami.
Pihak manajemen hanya menyebutkan mohon maaf atas ketidaknyamanan kami
dan tidak disebutkan mengenai kesalahan lab awal yang menyebutkan
27.000 dan dilakukan revisi 181.000 dan diberikan suntikan yang
mengakibatkan kondisi kesehatan makin memburuk dari sebelum masuk ke
RS Omni.
Kenapa saya dan suami saya ngotot dengan surat tersebut? Karena saya
ingin tahu bahwa sebenarnya hasil lab 27.000 itu benar ada atau fiktif
saja supaya RS Omni mendapatkan pasien rawat inap.
Dan setelah beberapa kali kami ditipu dengan janji maka sebenarnya
adalah hasil lab saya 27.000 adalah fiktif dan yang sebenarnya saya
tidak perlu rawat inap dan tidak perlu ada suntikan dan sesak napas
dan kesehatan saya tidak makin parah karena bisa langsung tertangani
dengan baik.
Saya dirugikan secara kesehatan. Mungkin dikarenakan biaya RS ini
dengan asuransi makanya RS ini seenaknya mengambil limit asuransi saya
semaksimal mungkin. Tapi, RS ini tidak memperdulikan efek dari
keserakahan ini.
Sdr Og menyarankan saya bertemu dengan direktur operasional RS Omni
(dr B). Namun, saya dan suami saya sudah terlalu lelah mengikuti
permainan kebohongan mereka dengan kondisi saya masih sakit dan
dirawat di RS lain.
Syukur Alhamdulilah saya mulai membaik namun ada kondisi mata saya
yang selaput atasnya robek dan terkena virus sehingga penglihatan saya
tidak jelas dan apabila terkena sinar saya tidak tahan dan ini
membutuhkan waktu yang cukup untuk menyembuhkan.
Setiap kehidupan manusia pasti ada jalan hidup dan nasibnya
masing-masing. Benar. Tapi, apabila nyawa manusia dipermainkan oleh
sebuah RS yang dipercaya untuk menyembuhkan malah mempermainkan
sungguh mengecewakan.
Semoga Allah memberikan hati nurani ke Manajemen dan dokter RS Omni
supaya diingatkan kembali bahwa mereka juga punya keluarga, anak,
orang tua yang tentunya suatu saat juga sakit dan membutuhkan medis.
Mudah-mudahan tidak terjadi seperti yang saya alami di RS Omni ini.

Saya sangat mengharapkan mudah-mudahan salah satu pembaca adalah
karyawan atau dokter atau Manajemen RS Omni. Tolong sampaikan ke dr G,
dr H, dr M, dan Og bahwa jangan sampai pekerjaan mulia kalian sia-sia
hanya demi perusahaan Anda. Saya informasikan juga dr H praktek di
RSCM juga. Saya tidak mengatakan RSCM buruk tapi lebih hati-hati
dengan perawatan medis dari dokter ini.
Salam,
Prita Mulyasar
Alam Sutera

No comments: