Wednesday, January 28, 2009

Direktori Perpustakaan di DKI Jakarta

Saya bersyukur, dalam pekerjaan saya, tidak dituntut untuk senantiasa stay di kantor, dengan kata lain, saya bukan orang belakang meja,melainkan orang lapangan, kondisi seperti itu membuat saya sering kali punya waktu luang, sebab pada saat tidak ada janji atau pekerjaan dengan costumer, dan urusan di kantor pun beres, maka selebihnya ada peluang bagi saya untuk memanfaatkan waktu tersebut, pelampiasan saya dalam mengisi waktu luang tidak lain dan tidak bukan adalah perpustakaan, saya gemar ke perpustakaan, sebab disamping merupakan gudang ilmu pengetahuan, perpustakaan juga merupakan satu tempat yang amat tenang, sehingga terasa nyaman dan santai.
Tidak ada salahnya bila saya membagi informasi kepada Anda seputar keberadaan perpustakaan yang ada di wilayah DKI Jakarta, dengan harapan dapat membantu Anda menemukan tempat yang tepat apabila ada diantara Anda yang bermaksud mengunjungi perpustakaan guna mendapatkan rujukan dan inforamasi dalam menyelesaikan tugas Anda;
Berikut ini beberapa perpustakaan yang ada di Jakarta;
1. Aksara Foundation
Jl. Arco Raya Cipete Selatan
Jakarta Selatan 12410
Telp. 75905521, 75905523 Fax. 7652480
www.aksara.or.id
2. Asean Secretariat
Jl. Sisingamangaraja No 70 A Jakarta Selatan 12110
Telp. 7262991 Ext. 200 Fax. 7398234
www.aseansec.org
3. Badan Pusat Statistik
Jl. Dr. Sutomo No. 6-8 Jakarta 10710
Telp. 3810291-4, 3841195, 3842508 ext. 3240
Fax. 3857046
www.bps.go.id
4. CSIS Library
Jl. Tanah Abang III No. 24
Tanah Abang Jakarta Pusat
(sedang direovasi, tutup, buka kembali pada Januari 2011)
www.csis.or.id


5. Centre for Local Government Innovation
Jl. Sumatra No. 4 Menteng Jakarta Pusat10350
Telp. 3918704, 3902422, 3153987
Fax. 336145
www.clgi.org
6. Central Bank (Bank Indonesia)
Jl. MH Thamrin No. 2 Jakarta Pusat 10110
Telp. 3817187 Fax. 3501867
7. Freedom Institute
Jl. Proklamasi No. 41 Menteng Jakarta Pusat
Telp. 31909226, 31909227, Fax. 3916981
8. Habibie Centre
Jl. Kemang Selatan No. 98 Jakarta 12150
Telp. 78178211, Fax. 7817212
9. International NGO Forum on Indonesia Development
Jl. Mampang prapatan XI No.32 Jakarta Selatan 12790
Telp. 791-96721, 79196721, fax. 7941577
www.infid.or.id
10. Institiut Studi Arus Informasi (ISAI)
Jl. Utan Kayu No 68H Jakarta 13210
Telp. 8573388 ext. 104 fax. 8573387
www.isai.or.id
11. IRC US Embasy
Jl. Medan Merdeka Selatan 4-5 Jakarta 10110
Telp. 3508467, 34359519
www.Usembassyjakarta.org
12. Japan Foundation
Gedung Sumitmas I Lt. 2-3
Jl. Jendral Sudirman Kav. 61-62
Telp. 5201266, 5255159

13. Komnas HAM
Jl. Latuharhary No 4B Menteng Jakarta Pusat 10310
Telp. 3925230, ext. 108-109 fax. 3925227
www.komnasham.or.id
14. LPPM
Menteng Raya No. 9 Jakarta 10340
Telp. 2300313, ext 1961, 1163
Direct 3902572, fax. 2302051
www.lpppm.ac.id
15. Perpustakaan Umum Daerah
Gedung Nyi Ageng Serang lt 7-8
Jl. HR Rasuna Said Kuningan
Telp. 5263241, 5263242, 5263243
16. Perpustakaan Nasional
Jl. Salemba Raya 28A Jakarta Pusat 10430
Telp. 3156149, 3101411
www.pnri.go.id
17. PDII LIPI
Jl. Jend. Gatot Subroto No 10 Jakarta 12190
Telp. 57333465, 5250719, fax 5733467
www.pdii.lipi.go.id
18. Perpustakaan Umum Jakarta Pusat
Jl. Tanah Abang I (Samping kantor Walikota)
Jakarta Pusat
19. Pusat Informasi Kompas
Jl. Palmerah Selatan 26-28 Jakarta 10270
Telp. 5347710, 5347720, 5347730, fax 5347743
20. RIDEP Institute
Jl Utan Kayu Raya No. 69D
Jakarta 13210
Telp. 8196560, 8196489
21. Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia
Jl. Pancoran Barat VII No. 1
Duren Tiga Jakarta Selatan 12760
Telp.79191255, 7971378
www.ylki.org
22. Library @ Senayan
Gedung Depdiknas Lt. I, Jl. Jend. Sudirman Jakarta

Selain beberapa dari yang sudah saya tuliskan di atas, masih banyak perpustakaan yang terdapat di DKI Jakarta dan sekitaranya, seperti misalnya di sekolah-sekolah, kampus-kampus, dan juga berbagai tempat atau lembaga lainnya.
Secara umum, kondisi perpustakaan yang ada memang cukup baik, meski kita tidak pungkiri masih terdapat beberapa kekurangan, diantaranya yang bisa saya kemukakan adalah;
1. Jam buka perpustakaan-perpustakaan tersebut (dan memang perpustakaan pada umumnya di Indonesia) masih sangat terbatas, yaitu hanya pada jam kerja saja. Idealnya jam buka perpustakaan , sebagaimana di negara-negara maju, sampai melampaui jam kerja, sampai jam 24.00 misalnya, bahkan konon kabarnya ada perpustakaan yang buka selama 24 jam.
2. Pelayanan dari para petugas di beberapa perpustakaan tersebut masih belum maksimal, mental feodal nampak masih mendominasi cara kerja mereka, terutama pada perpustakaan yang dimiliki oleh pemerintah.
3. Satu-satunya perpustakaan umum yang terlihat sudah banyak berbenah adalah Perpustakaan Nasional, yang berada di Jl. Salemba Raya No 28A. Disana kita bisa menikmati akses internet gratis, sebab perpustakaan tersebut memang sudah dilengkapi dengan fasilitas Hot Spot, jadi kita tinggal membawa laptop yang ada fasilitas Wi-Fi nya, maka kita sudah bisa mengakses internet free. Perubahan lain yang bisa kita nikmati adalah, pembuatan kartu anggota yang tidak memerlukan waktu lama dengan biaya yang relatif murah, waktu pembuatan kartu tidak lebih dari 10 menit, adapun biayanya Rp. 10.000,- untuk kalangan pelajar dan mahasiswa, dan Rp. 15 000, untuk golongan umum. Selain dari itu, waktu buka perpustakaan juga relatif lebih lama, yaitu pada hari Senin sampai Kamis dari jam 09.00 WIB sampai dengan pukul 17.30, adapun pada hari Jumat tutup pada pukul 17.00 WIB, sedangkan pada hari Sabtu buka mulai pukul 09.30 sampai pukul 12.00 WIB.
4. Fasilitas pendukung fital sebuah perpustakaan adalah mesin foto copy, jarang sekali perpustakaan yang menyediakan sarana tersebut, kalaupun ada, justru biayanya berkali-lipat lebih mahal bila dibandingkan dengan biaya foto copy di luar perpustakaan, hal tersebut bias kita temui pada Perpustkaan Nasional maupun Library @ Senayan, serta Perpustakaan CSIS.
5. Satu hal yang sangat ironis terjadi di di Library @ Senayan, perpustakaan yang nota bene milik pemerintah (Departemen Pendidikan Nasional) seakan mempelopori untuk menjadikan perpustakaan sebagai lahan guna memperoleh sejumlah dana dari masyarakat (dalam hal ini pengunjung perpustakaan), sebagai contoh, di Library @ Senayan, pengunjung yang akan menjadi member diberikan tawaran untuk memilih satu diantara tiga kelas/golongan membership yang ada, semakin tinggi gridnya, maka semakin mahal juga harganya. Demikian juga dalam hal akses internet, pengunjung yang merupakan member diberi akses berdasarkan kategori membrshipnya, adapun pengunjung yang bukan member akan dikenai biaya akses sekian kali lipat lebih mahal bila dibandingkan dengan biaya akses internet di Warung Internet, belum lagi fasilitas mesin foto copy, juga menjadi sarana yang basah guna meraih dana sebanyak-banyaknya, dengan tujuan yang tidak jelas, sebab bila alasannya adalah untuk biaya perawatan atau operasional, bukankah perpustakaan tersebut sudah didanai dengan dana dari pemerintah (APBN atau anggaran lainnya)? Dan juga, bukankah koleksi perpustakaan tersebut merupakan hibah dari The British Council?
Miris memang, disaat masyarakat dituntut untuk gemar membaca, perpustakaan milik pemerintah justru membikin peraturan yang kontraproduktif dengan tuntutan tersebut. Kapan bangsa ini akan mengejar ketertinggalan, bila untuk ke perpustakaan saja malah dihadang dengan aneka problema yang tak jarang menyebalkan.
Semoga informasi di atas bermanfaat.

Wednesday, January 14, 2009

Hujan di Jakarta dan di Gaza

Terhitung sejak hari Senin 12 Januari 2008, setiap hari diguyur hujan, bahkan hujan dimulai dari subuh, waktu siang hari hujan juga tetap rajin mengguyur ibukota, meski diselingi reda beberapa saat, namun kemudian turun lagi, otomatis kondisi tersebut menganggu aktivitas sebagian warga, terutama mereka yang melakukan aktivitas di luar ruangan (out door), bahkan bagi mereka yang beraktivitas dan bekerja di dalam ruangan (kantor misalnya) pun banyak yang merasa terganggu, sebab pada saat berangkat dan pulang mereka tak jarang diguyur hujan. Bahkan sebagian rumah warga sudah terendam banjir, ketika hujan tak henti turun di ibukota.
Namun apalah artinya ‘gangguan’ yang kita alami di negri ini, jika memang hujan kita anggap sebagai gangguan, bila dibandingkan apa yang tengah dialami oleh suadara-saudara kita di Jalur Gaza; hujan yang turun di wilayah mereka bukan berupa air, juga bukan hujan batu yang mereka alami, padahal membayangkankan pun kita tak sanggup, bagaimana rasanya bila terjadi hujan batu, tapi hujan yang dialami oleh saudara-saudara kita adalah ‘hujan’ yang jauh lebih mengerikan bila dibandingkan dengan hujan batu sekalipun, baik dari intensitas maupun akibat yang ditimbulkannya.
Yang menghujani saudara-saudara kita di Jalur Gaza (sekali lagi bukan air atau batu) melainkan berton-ton bom, mortir, roket dan juga aneka jenis persenjataan yang mematikan, bahkan banyak kalangan yang mensiyalir saudara-saudara kita di Gaza juga dihujani dengan Fosfor Putih yang bila mengenai kulit mengakibatkan luka bakar yang teramat mengerikan.
Akibat ‘hujan’ yang ditimbulkan adalah rusaknya bangunan,gedung-gedung, dan juga pemukiman atau rumah-rumah penduduk, tak luput Masjid dan Rumah Sakit, yang paling memilukan bila kita melihat kenyataan; hujan tersebut tanpa ampun membantai saudara-saudara kita yang ada disana, tak peduli mereka combatan, penduduk sipil, dokter, wartawan, anak-anak, perempuan, orang tua atau siapapun.
‘Hujan’ tersebut tidak saja menebarkan kematian, tapi juga meninggalkan luka yang tak terperi pada saudara-saudara kita di sana, belum lagi bila kita menyaksikan dampak psikologis yang terjadi pada anak-anak yang mengalami peristiwa ‘hujan’ tersebut.
‘Hujan’ yang terjadi di Gaza bukan baru 3 atau 4 hari, tapi sampai kini sudah memasuki hari ke 19, ‘hujan’ tersebut tiada henti turun, siang, sore, malam dan di pagi hari. Dan entah sampai kapan akan berhenti. Salah satu stasiun televisi nasional kita mengatakan, akankah pembantaian ini hanya akan berakhir sampai darah terakhir menitik dari putra-putri Palestina?
Bila hujan mendera di negeri kita hanya turun dari langit, lain pula ‘hujan’ yang turun di Jalur Gaza, bukan sekedar dari langit/udara, namun juga dari laut, dan daratan, bukan hanya dari timur atau barat, namun dari 8 arah penjuru mata angin, saudara-saudara kita dihujani dengan persenjataan mematikan. Tak kenal ampun membantai siapa saja yang dikehendaki.
Bila hujan yang terjadi di Jakarta adalah sebentuk anugrah ilahi, lain pula ‘hujan’ yang terjadi di sana, adalah ‘hujan’ yang dimuntahkan oleh serdadu Zionis Yahudi Israel. Segolongan manusia terkutuk turun-temurun. Mereka adalah satu komunitas yang tidak pernah memahami bahasa selain perang, menindas dan memusnahkan siapa saja yang dianggap menghalangi mereka, lebih khusus lagi adalah kaum muslimin. Satu bangsa yang dari waktu kewaktu selalu berbuat licik, aniaya dan khianat. Satu bangsa yang tak punya adab dan tata karma. Lihat, sudah berapa banyak perjanjian yang mereka ingkari, berapa banyak resolusi (PBB) yang mereka kangkangi dan juga berapa banyak kaum muslimin mereka bantai.
Liga Arab dan ‘Hujan’ itu
Kita jadi makin merasa pilu, menyaksikan para pemimpin Negara-negara Islam diam seribu bahasa, seakan mereka tidak melihat dan mendengar apa yang dialami oleh saudara-saudara mereka di bumi Palestina, para tetangga Palestina diam membisu, seakan mereka tidak mendengar dan melihatnya. Negara-negara Arab itu, bungkam, diam dan merasa sangat tenang dan nyaman bergelimang kekayaan. Liga Arab yang semestinya menjadi pemersatu bangsa-bangsa Arab (dan Muslim) menghadapi kesewenag-wenangan kaum Kafir Zionis Israel, nyatanya sekarang seperti lumpuh, buta dan bisu, tak berdaya sama sekali
Sekilas profil Liga Arab; Ketika pertama kali didirikan, yaitu pada waktu penandatangan Pact of The League of Arab States 1945 keanggotaan organisasi ini hanya terdiri dari 7 negara saja yakni,
1. Mesir
2. Irak
3. Lebanon
4. Arab Saudi
5. Suriah
6. Yordania, dan
7. Yaman
Kemudian berturut-turut negara yang bergabung adalah;
1. Algeria (1962)
2. Bahrain (1971)
3. Comoros (1993)
4. Djibouti (1977)
5. Kuwait (1961)
6. Libya (1953)
7. Mauritania (1973)
8. Maroko (1958)
9. Oman (1971)
10. Qatar (1971)
11. Somalia (1974)
12. Yaman Selatan (1967)
13. Sudan (1956)
14. Tunisia (1958)
15. Uni Emirate Arab (1971)
Salah satu pengecualian adalah ketika pada tahun 1976 organisasi Pembebasan Palestina atau PLO (Palestine Liberation Organisation) diterima menjadi anggota Liga Arab yang ke-16, padahal PLO bukan sebuah negara yang berdaulat akan tetapi merupakan sebuah bentuk organisasi internal Palestina. Penunjukan ini didasarkan atas semangat kebersamaan negara-negara Arab terhadap agresi militer Israel ke tanah Palestina, namun sekarang posisi PLO telah digantikan oleh Palestina.
Kemudian pada tahun 1979, keanggotaan Mesir dalam Liga Arab dicabut karena Mesir terbukti menandatangani Perjanjian Damai dengan Israel. Dan kantor pusat Liga Arab yang sebelumnya berkedudukan di Kairo, Mesir dipindahkan ke Tunis, Tunisia. Akhirnya delapan tahun kemudian, yakni tahun 1987 para pemimpin dunia Arab memutuskan untuk memperbaharui kembali hubungan diplomatik dengan Mesir dan tahun 1989 Mesir diterima kembali menjadi anggota Liga, disamping itu juga kantor pusat Liga dikembalikan kembali ke Kairo.
Selain itu, Liga Arab juga memiliki negara pengamat (observer country). Observer country ini berperan sebagai pihak pengamat atau pemerhati terhadap semua kegiatan Liga dengan tujuan untuk menjaga independensi Liga. Sebuah observer country tidak memiliki hak dan kewajiban sebagaimana yang dimiliki oleh negara anggota. Sejauh ini telah ada 3 negara yang sekarang menjadi negara pengamat yaitu Eritrea (sejak 2003), Venezuela (2006) dan India (2007).
Proses penerimaan anggota Liga tertuang pada Pasal I dan terbuka bagi negara-negara Arab yang merdeka yang kemudian “akan mempunyai hak untuk memasuki Liga”. Namun demikian, keanggotaan dari negara-negara Libya, Sudan, Maroko, Tunisia, Bahrain, Qatar, Oman, Mauritania, dan Uni Emirat Arab dilakukan dengan permohonan, dan “penerimaan” atas permohonan itu di lakukan oleh Council, sehingga dalam prakteknya keanggotaan itu tidak lagi dipandang sebagai suatu hak.
Dari sekian banyak anggota Liga Arab dua negara telah menjalin hubungan diplomatik dengan Israel, yaitu Mesir dengan konsesi dikembalikannya Gurun Sinai, dan Yordania mendapat konsesi Dataran Tinggi Golan.
Ada beberapa sinyalemen kenapa mereka diam membisu atas pembantai yang terjadi di Palestina, diantaranya;
1. Para pemimpin Arab diajngkiti penyakit ‘hubbud dunya’ (cinta dunia) yang demikian akut, mereka khawatir akan kehilangan kekuasaan dan pengaruhnya yang mereka nikmati selama ini. Sebagai contoh; ketika Saddam Hussein masih hidup, Raja Arab Saudi sangat takut bila Saddam terus meluaskan kekuasaannya, kemudian sampai ke tanah Saudi Arabia, Raja Saudi takut ia kehilangan tahtanya bila Saddam mampu menguasai Saudi Arabia, demikian juga ketakutan yang dialami Raja Saudi melihat kenyataan Iran. Sang Raja khawatir, Iran mampu memperluas pengaruh dan kekuasaan di kawasan Timur Tengah, sehingga lambat laun, akan merongrong kekuasaan yang dimilikinya selama ini.
2. Ketakutan tersebut membuat sebagian pemimpin negara-negara Arab tersebut (wa bilkhusus Saudi Arabia) mencari sandaran kepada negara Barat, yang mereka anggap mampu melindungi kekuasaan dan kepentingan mereka dari yang mereka khawatirkan selama ini, seperti misalnya, Saddam Hussein (Almarhum), Iran (dengan Ahmadinejad), HAMAS, Hizbulloh dan semua yang mereka anggap sebagai ancaman. Negara yang paling mereka jadikan sandaran utama dalah Amerika, kenyataan memang menunjukkan bagaimana Amerika dengan senang hati menjadi sekutu Saudi Arabia dan Mesir, tentu saja persekutuan tersebut tidaklah ‘gratis’, melainkan ada konsesi-konsesi yang harus disepakati diantara mereka. Kita bias melihat implikasi yang muncul dari adanya persekutuan tersebut, dintaranya; Saudi Arabia menutup mata dan hati mereka atas penderitaan yang dialami oleh kaum muslimin di tanah Palestina.
3. Sebagian pemimpin negara Arab memang sudah dilenakan dengan kekayaan harta melimpah ruah, yang bukan membuat mereka peduli atau care,tapi kekayaan tersebut malah membutakan mata hati mereka.
4. Bukan rahasia lagi, bahwa ego ‘asobiyah mereka sangat kuat sekali, hal tersbut tidak saja mereka prinsipkan pada asal-usul maupun keturunan, namun juga menyangkut masalah fikroh, serta manhaj, artinya akibat dari kuatnya ‘ashobiyah tersebut membuat mereka akan sangat selektif dalam membantu dan menolong pihak lain, bila yang tengah mengalami musibah tersebut tidak satu suku, fikroh atau juga satu manhaj.
5. Kekayaan harta melimpah ruah mengikis habis daya juang para pemimpin negara-negara Arab, sehingga; “kenapa mesti susah-susah membantu rakyat Palestina, dengan segudang resiko yang mesti ditanggung, sedangkan kami sedang enak-enaknya menikmati hidup ini”?
Kita berdoa, semoga Allah Swt. segera membukakan pintu hati mereka, semoga penderitaan bangsa Palestina segera berakhir.