Wednesday, January 14, 2009

Hujan di Jakarta dan di Gaza

Terhitung sejak hari Senin 12 Januari 2008, setiap hari diguyur hujan, bahkan hujan dimulai dari subuh, waktu siang hari hujan juga tetap rajin mengguyur ibukota, meski diselingi reda beberapa saat, namun kemudian turun lagi, otomatis kondisi tersebut menganggu aktivitas sebagian warga, terutama mereka yang melakukan aktivitas di luar ruangan (out door), bahkan bagi mereka yang beraktivitas dan bekerja di dalam ruangan (kantor misalnya) pun banyak yang merasa terganggu, sebab pada saat berangkat dan pulang mereka tak jarang diguyur hujan. Bahkan sebagian rumah warga sudah terendam banjir, ketika hujan tak henti turun di ibukota.
Namun apalah artinya ‘gangguan’ yang kita alami di negri ini, jika memang hujan kita anggap sebagai gangguan, bila dibandingkan apa yang tengah dialami oleh suadara-saudara kita di Jalur Gaza; hujan yang turun di wilayah mereka bukan berupa air, juga bukan hujan batu yang mereka alami, padahal membayangkankan pun kita tak sanggup, bagaimana rasanya bila terjadi hujan batu, tapi hujan yang dialami oleh saudara-saudara kita adalah ‘hujan’ yang jauh lebih mengerikan bila dibandingkan dengan hujan batu sekalipun, baik dari intensitas maupun akibat yang ditimbulkannya.
Yang menghujani saudara-saudara kita di Jalur Gaza (sekali lagi bukan air atau batu) melainkan berton-ton bom, mortir, roket dan juga aneka jenis persenjataan yang mematikan, bahkan banyak kalangan yang mensiyalir saudara-saudara kita di Gaza juga dihujani dengan Fosfor Putih yang bila mengenai kulit mengakibatkan luka bakar yang teramat mengerikan.
Akibat ‘hujan’ yang ditimbulkan adalah rusaknya bangunan,gedung-gedung, dan juga pemukiman atau rumah-rumah penduduk, tak luput Masjid dan Rumah Sakit, yang paling memilukan bila kita melihat kenyataan; hujan tersebut tanpa ampun membantai saudara-saudara kita yang ada disana, tak peduli mereka combatan, penduduk sipil, dokter, wartawan, anak-anak, perempuan, orang tua atau siapapun.
‘Hujan’ tersebut tidak saja menebarkan kematian, tapi juga meninggalkan luka yang tak terperi pada saudara-saudara kita di sana, belum lagi bila kita menyaksikan dampak psikologis yang terjadi pada anak-anak yang mengalami peristiwa ‘hujan’ tersebut.
‘Hujan’ yang terjadi di Gaza bukan baru 3 atau 4 hari, tapi sampai kini sudah memasuki hari ke 19, ‘hujan’ tersebut tiada henti turun, siang, sore, malam dan di pagi hari. Dan entah sampai kapan akan berhenti. Salah satu stasiun televisi nasional kita mengatakan, akankah pembantaian ini hanya akan berakhir sampai darah terakhir menitik dari putra-putri Palestina?
Bila hujan mendera di negeri kita hanya turun dari langit, lain pula ‘hujan’ yang turun di Jalur Gaza, bukan sekedar dari langit/udara, namun juga dari laut, dan daratan, bukan hanya dari timur atau barat, namun dari 8 arah penjuru mata angin, saudara-saudara kita dihujani dengan persenjataan mematikan. Tak kenal ampun membantai siapa saja yang dikehendaki.
Bila hujan yang terjadi di Jakarta adalah sebentuk anugrah ilahi, lain pula ‘hujan’ yang terjadi di sana, adalah ‘hujan’ yang dimuntahkan oleh serdadu Zionis Yahudi Israel. Segolongan manusia terkutuk turun-temurun. Mereka adalah satu komunitas yang tidak pernah memahami bahasa selain perang, menindas dan memusnahkan siapa saja yang dianggap menghalangi mereka, lebih khusus lagi adalah kaum muslimin. Satu bangsa yang dari waktu kewaktu selalu berbuat licik, aniaya dan khianat. Satu bangsa yang tak punya adab dan tata karma. Lihat, sudah berapa banyak perjanjian yang mereka ingkari, berapa banyak resolusi (PBB) yang mereka kangkangi dan juga berapa banyak kaum muslimin mereka bantai.
Liga Arab dan ‘Hujan’ itu
Kita jadi makin merasa pilu, menyaksikan para pemimpin Negara-negara Islam diam seribu bahasa, seakan mereka tidak melihat dan mendengar apa yang dialami oleh saudara-saudara mereka di bumi Palestina, para tetangga Palestina diam membisu, seakan mereka tidak mendengar dan melihatnya. Negara-negara Arab itu, bungkam, diam dan merasa sangat tenang dan nyaman bergelimang kekayaan. Liga Arab yang semestinya menjadi pemersatu bangsa-bangsa Arab (dan Muslim) menghadapi kesewenag-wenangan kaum Kafir Zionis Israel, nyatanya sekarang seperti lumpuh, buta dan bisu, tak berdaya sama sekali
Sekilas profil Liga Arab; Ketika pertama kali didirikan, yaitu pada waktu penandatangan Pact of The League of Arab States 1945 keanggotaan organisasi ini hanya terdiri dari 7 negara saja yakni,
1. Mesir
2. Irak
3. Lebanon
4. Arab Saudi
5. Suriah
6. Yordania, dan
7. Yaman
Kemudian berturut-turut negara yang bergabung adalah;
1. Algeria (1962)
2. Bahrain (1971)
3. Comoros (1993)
4. Djibouti (1977)
5. Kuwait (1961)
6. Libya (1953)
7. Mauritania (1973)
8. Maroko (1958)
9. Oman (1971)
10. Qatar (1971)
11. Somalia (1974)
12. Yaman Selatan (1967)
13. Sudan (1956)
14. Tunisia (1958)
15. Uni Emirate Arab (1971)
Salah satu pengecualian adalah ketika pada tahun 1976 organisasi Pembebasan Palestina atau PLO (Palestine Liberation Organisation) diterima menjadi anggota Liga Arab yang ke-16, padahal PLO bukan sebuah negara yang berdaulat akan tetapi merupakan sebuah bentuk organisasi internal Palestina. Penunjukan ini didasarkan atas semangat kebersamaan negara-negara Arab terhadap agresi militer Israel ke tanah Palestina, namun sekarang posisi PLO telah digantikan oleh Palestina.
Kemudian pada tahun 1979, keanggotaan Mesir dalam Liga Arab dicabut karena Mesir terbukti menandatangani Perjanjian Damai dengan Israel. Dan kantor pusat Liga Arab yang sebelumnya berkedudukan di Kairo, Mesir dipindahkan ke Tunis, Tunisia. Akhirnya delapan tahun kemudian, yakni tahun 1987 para pemimpin dunia Arab memutuskan untuk memperbaharui kembali hubungan diplomatik dengan Mesir dan tahun 1989 Mesir diterima kembali menjadi anggota Liga, disamping itu juga kantor pusat Liga dikembalikan kembali ke Kairo.
Selain itu, Liga Arab juga memiliki negara pengamat (observer country). Observer country ini berperan sebagai pihak pengamat atau pemerhati terhadap semua kegiatan Liga dengan tujuan untuk menjaga independensi Liga. Sebuah observer country tidak memiliki hak dan kewajiban sebagaimana yang dimiliki oleh negara anggota. Sejauh ini telah ada 3 negara yang sekarang menjadi negara pengamat yaitu Eritrea (sejak 2003), Venezuela (2006) dan India (2007).
Proses penerimaan anggota Liga tertuang pada Pasal I dan terbuka bagi negara-negara Arab yang merdeka yang kemudian “akan mempunyai hak untuk memasuki Liga”. Namun demikian, keanggotaan dari negara-negara Libya, Sudan, Maroko, Tunisia, Bahrain, Qatar, Oman, Mauritania, dan Uni Emirat Arab dilakukan dengan permohonan, dan “penerimaan” atas permohonan itu di lakukan oleh Council, sehingga dalam prakteknya keanggotaan itu tidak lagi dipandang sebagai suatu hak.
Dari sekian banyak anggota Liga Arab dua negara telah menjalin hubungan diplomatik dengan Israel, yaitu Mesir dengan konsesi dikembalikannya Gurun Sinai, dan Yordania mendapat konsesi Dataran Tinggi Golan.
Ada beberapa sinyalemen kenapa mereka diam membisu atas pembantai yang terjadi di Palestina, diantaranya;
1. Para pemimpin Arab diajngkiti penyakit ‘hubbud dunya’ (cinta dunia) yang demikian akut, mereka khawatir akan kehilangan kekuasaan dan pengaruhnya yang mereka nikmati selama ini. Sebagai contoh; ketika Saddam Hussein masih hidup, Raja Arab Saudi sangat takut bila Saddam terus meluaskan kekuasaannya, kemudian sampai ke tanah Saudi Arabia, Raja Saudi takut ia kehilangan tahtanya bila Saddam mampu menguasai Saudi Arabia, demikian juga ketakutan yang dialami Raja Saudi melihat kenyataan Iran. Sang Raja khawatir, Iran mampu memperluas pengaruh dan kekuasaan di kawasan Timur Tengah, sehingga lambat laun, akan merongrong kekuasaan yang dimilikinya selama ini.
2. Ketakutan tersebut membuat sebagian pemimpin negara-negara Arab tersebut (wa bilkhusus Saudi Arabia) mencari sandaran kepada negara Barat, yang mereka anggap mampu melindungi kekuasaan dan kepentingan mereka dari yang mereka khawatirkan selama ini, seperti misalnya, Saddam Hussein (Almarhum), Iran (dengan Ahmadinejad), HAMAS, Hizbulloh dan semua yang mereka anggap sebagai ancaman. Negara yang paling mereka jadikan sandaran utama dalah Amerika, kenyataan memang menunjukkan bagaimana Amerika dengan senang hati menjadi sekutu Saudi Arabia dan Mesir, tentu saja persekutuan tersebut tidaklah ‘gratis’, melainkan ada konsesi-konsesi yang harus disepakati diantara mereka. Kita bias melihat implikasi yang muncul dari adanya persekutuan tersebut, dintaranya; Saudi Arabia menutup mata dan hati mereka atas penderitaan yang dialami oleh kaum muslimin di tanah Palestina.
3. Sebagian pemimpin negara Arab memang sudah dilenakan dengan kekayaan harta melimpah ruah, yang bukan membuat mereka peduli atau care,tapi kekayaan tersebut malah membutakan mata hati mereka.
4. Bukan rahasia lagi, bahwa ego ‘asobiyah mereka sangat kuat sekali, hal tersbut tidak saja mereka prinsipkan pada asal-usul maupun keturunan, namun juga menyangkut masalah fikroh, serta manhaj, artinya akibat dari kuatnya ‘ashobiyah tersebut membuat mereka akan sangat selektif dalam membantu dan menolong pihak lain, bila yang tengah mengalami musibah tersebut tidak satu suku, fikroh atau juga satu manhaj.
5. Kekayaan harta melimpah ruah mengikis habis daya juang para pemimpin negara-negara Arab, sehingga; “kenapa mesti susah-susah membantu rakyat Palestina, dengan segudang resiko yang mesti ditanggung, sedangkan kami sedang enak-enaknya menikmati hidup ini”?
Kita berdoa, semoga Allah Swt. segera membukakan pintu hati mereka, semoga penderitaan bangsa Palestina segera berakhir.

No comments: