Saturday, February 20, 2010

Memilih Resiko yang Paling Besar

Seringkali dalam hidup ini kita dihadapkan pada beberapa pilihan yang sama sulitnya, tak jarang diantara pilihan-pilihan tersebut mengandung dilema yang memojokkan kita, sementara di sisi lain, kita tahu persis, bahwa setiap pilihan pasti ada resiko yang menyertainya, dengan kata lain, resiko tersebut merupakan konsekuensi logis dari setiap pilihan yang kita ambil atau putuskan. Maka wajar bila yang menjadi salah satu dasar dalam menentukan pilihan adalah hitungan resiko yang diakibatkan oleh pilihan tersebut. Biasanya orang kemudian mengkalkulasi pilihan mana yang paling minim resikonya apabila putusan diambil, sebab dengan begitu, orang akan tidak direpotkan apabila resiko dibalik pilihan tersebut ternyata benar-benar tidak bagus, baik bagi karier, keluarga maupun masa depannya.
Saya sangat terinspirasi dengan salah satu pesan Pak Julian Balia, gurunya Ikal dan Arai di Laskar Pelangi jilid 2 (Sang Pemimpi), beliau mengatakan “…Ambillah resiko yang paling besar, maka hidupmu akan menjadi kaya”. Dari apa yang beliau katakan, kita menangkap makna ada keanehan dalam pernyataan tersebut, kenapa mesti ‘resiko yang paling besar’ yang harus diambil? Namun bila kita mencermati lanjutan dari pesan tersebut, kita akan mendapati alasannya, adalah ‘maka hidupmu akan menjadi kaya’. Saya menafsirkan kata ‘kaya’ pada pesan tersebut tidak selalu bermakna kaya harta, tapi lebih dari sekedar itu, kaya pengalaman misalnya, kaya hati misalnya, dalam artian orang menjadi semakin bijak dan arif.
Beberapa waktu yang lalu saya mengalami kejadian tersebut, saya dihadapkan pada dua pilihan berkaitan dengan pekerajaan saya, ada calon costumer yang memberi kepercayaan kepada saya untuk menghandle sebuah project, sebuah pekerjaan yang meski saya pernah mengerjakan jenis pekerjaan tersebut, namun volume dan tingkat kesulitan project tersebut jauh diatas yang biasa saya kerjakan. Pilihannya, antara saya mengambil project tersebut atau tidak mengambil. Setelah mengkalkulasi dan memprediksi resiko apa yang ada dibalik kedua pilihan tersebut, saya berkesimpulan bahwa saya dihadapkan pada sebuah dilema, bila saya menyanggupi mengerjakan project tersebut, dan saya gagal, maka saya benar-benar hancur, hancur dalam artian yang sesungguhnya, baik reputasi pribadi maupun pekerjaan saya, juga keuangan saya, demikian pula bila saya tidak bersedia menyanggupi project tersebut, hancur pula reputasi saya dihadapan calon costumer, dan saya juga tidak akan mendapatkan income yang pada saat tersebut sangat saya butuhkan. Namun hasil kalkulasi saya, tetap saja resiko yang besar bila saya memutuskan mengambil project tersebut.
Terngiang dengan apa yang diucapkan oleh Pak Julian Balia, bahwa bila kita mau mengambil resiko yang paling besar maka akan menjadi kaya, saya putuskan untuk mengambil project tersebut, meski resiko yang ‘mengancam’ dibalik project tersebut sangat menyeramkan.
Dua minggu saya mengerjakan project tersebut, dan memang tantangan yang saya hadapi selama mengerjakan project tersebut sangat pelik dan beragam, memimpin satu tim beranggotakan 16 personel dengan support dari perusahaan saya yang sangat minim. Tantangan yang saya hadapi dari mulai pengaturan schedule, sehingga target waktu bisa tercapai, mengendalikan Technical Chemist yang punya karakter moral hazard, memompa spirit anggota tim yang sering angin-anginan, menghadapi costumer yang tak jarang banyak menuntut, dan sekian ragam kesulitan yang benar-benar tak terduga.
Alhamdulillah meski dengan aneka rupa problem dan kesulitan, akhirnya project bisa selesai sesuai target, baik dari sisi volume kerja maupun rentang waktu yang diberikan oleh costumer. Dan dari project tersebut, saya memang benar-benar ‘menjadi kaya’, kaya dari segi pengalaman maupun materi. Dari segi pengalaman, saya jadi tambah banyak pengetahuan, baik mengenai memimpin tim, maupun mengenai seluk-beluk project semacam tersebut, secara materi, saya mendapatkan income yang lumayan besar, bagi saya merupakan sebuah rekor, sebab merupakan income terbesar yang pernah saya peroleh.
Benar seperti yang dikatakan oleh Pak Julian Balia, bila kita mengambil resiko yang paling besar, maka kita akan menjadi kaya. Dalam dunia investasi, prinsip tersebut dikenal dengan istilah ‘Hight risk, hight return’.
Dari pelajaran tersebut, saya bertekad untuk mengambil resiko yang paling besar, manakala saya dihadapkan pada pilihan-pilihan dalam perjalanan hidup. Tentu saja dengan mengkalkulasi dan mencari solusi atas beberapa kemungkinan resiko yang muncul.
Semoga Allah Swt senantiasa menunjukkan jalan yang benar, dan memberi kekuatan kepada saya untuk menapaki kebenaran tersebut, amiin.

Thursday, February 18, 2010

Semua Kembali Kepada Kita

Rabu, 17 November 2010, setelah menyelesaikan aktivitas di kantor, berdua dengan Kuncoro, staff chemist di kantor, saya pergi bermaksud visit ke calon costumer yang berada di daerah Daan Mogot Jakarta Barat, untuk menanyakan hasil trial chemical yang kami sampaikan kepada beliau dua hari sebelumnya, alhamdulillah kami bisa bertemu, ternyata beliau belum mencobanya. Beliau ini minta dicarikan chemical yang bisa digunakan untuk memisahkan antara lubric dan tembaga, ternyata belia belum mencobanya, disamping kami menyampaikan cara penggunaan chemical tersebut, ketika belia menayakan harganya, kami sampaikan bahwa kami mengusulkan bentuk kerjasama, kemudian saya berpamitan pergi, setelah sebelumnya saya menyerahkan kartu nama saya kepada beliau, agar bila ada yang ingin beliau sampaikan, beliau bisa segera menghubungi saya, kemudian saya berpamitan. Rumah Makan Padang di Pasar Semanan yang kami tuju, untuk makan siang. Usai makan siang saya pergi mengunjungi calon costumer yang lain, kantornya terletak di bilangan Rasuna Said, Jakarta Selatan, kali ini tujuannya adalah untuk menyampaikan penawaran produk Chemical Rust Converter ke beliau, sebab sehari sebelumnya saya sudah menyampaikan presentasi dan juga mendemokan produk tersebut, dan beliau berkenan dengan hasil demo.

Ketika hendak pulang, saya sadar bahwa bensin di motor sudah tinggal sedikit, saya buka tangki untuk memastikan, ternyata benar adanya, bensin dalam tangki sudah sangat minim, benar-benar tidak mencukupi untuk sampai ke SPBU yang terdekat. Akhirnya dengan berjalan kaki saya putuskan untuk mencari penjual bensin eceran yang ada di sekitar situ, setelah mendapat info dari salah satu Satpam gedung, saya datangi tempatnya ternyata tidak ada, kemudian ketika kembali ke tempat parker, saya jumpai seorang bapak yang tengah asyik mengelap motornya, saya Tanya ke beliau, dimana tempat terdekat orang jual bensin eceran di kawasan tersebut, sebelum beliau menjawab, beliau berpikir sejenak, untuk kemudaian beliau (malah) balik bertanya: “Mas naik motor atau mobil?” saya katakan bahwa saya naik motor, beliau mengatakan bahwa tempat penjual bensin ada, tapi jauh dari lokasi tersebut, kemudian menyarankan agar saya naik ojek saja. Begitu mendengar ia menyarankan agar saya naik ojek, insting saya berbicara bahwa sejatinya bapak tersebut adalah tukang ojek yang tengah menunggu ‘mangsa’ eh…penumpang maksud saya. Dari hal tersebut saya menjadi tidak percaya dengan yang dikatakannya. Saya putuskan untuk bertanya lagi kepada salah satu Satpam gedung tempat saya memarkir motor, beliau menunjukkan arah agar saya lurus, tak jauh dari tempat tersebut ada penjual bensin eceran, akhirnya saya putuskan untuk mengikuti petunjuk dari Pak Satpam tersebut, saya keluarkan motor dari parkiran, kemudian saya meluncur sesuai arah yang ditunjukkan, akhirnya setelah sempat keterusan, saya temukan juga penjual bensin eceran yang saya cari, ternyata memang tidak jauh dari gedung tempat saya memarkir motor. Saya semakin membenarkan insting saya, bahwa bapak yang saya temui sedang mengelap motor tersebut telah menipu saya, beliau bilang bahwa penjual bensin eceran jauh, padahal (ternyata) tidak jauh, jaraknya kurang dari 300 meter dari tempat saya bertanya, bapak tersebut menipu saya dengan tujuan agar saya memakai jasanya, yaitu naik ojek.

Saya sedih bukan karena saya dipermainkan, namun saya berpikir barangkali suatu saat yang lalu, entah kapan dan dimana, saya pernah menipu orang, sehingga saya ditipu orang pada saat saya membutuhkan bantuan penunjuk arah. Saya termasuk orang yang percaya bahwa perbuatan apapun itu, baik atau buruk, pasti akan kembali kepada diri kita sendiri, hanya saja waktunya kapan dan bentuknya apa, kita tidak pernah tahu.

Meski di sisi lain saya bisa memaklumi bapak tukang ojek tersebut, namun tetap saja bagi saya peristiwa tersebut menjadi pelajaran dan sekaligus peringatan yang sangat berkesan bagi diri saya; bahwa perbuatan apapun yang saya lakukan, baik ataupun buruk, dan kepada siapapun perbuatan itu saya lakukan, cepat atau lambat, disadari atau tidak, pasti akan kembali kepada diri saya sendiri.

Wednesday, February 10, 2010

Sembilan Prinsip Bisnis Arifin Panigoro

Dikutip dari Kompas, edisi Ahad, 24 Januari 2010
Tulisan ini juga saya posting di milis Komunitas Tangan Diatas (tangandiatas@yahogoups.com)

Arifin Panigoro, pendiri Medco Group, dalam orasi ilmiahnya yang berjudul “Kuasai Teknologi, Bangun Ekonomi, Tegakkan Martabat Bangsa” saat menerima gelar doktor kehormatan (honoris causa) dalam bidang tekhnopreunership dari Institut Teknologi Bandung (ITB), Sabtu 23 Januari 2010, secara khusus mengetahkan filosofinya dalam berbisnis. Filosofi tersebut merupakan prinsip mendasar dalam menjalankan bisnis beliau, yang kesemuanya berjumlah sembilan poin, yaitu;
1. Intuisi, memadukan kata hati dan akal sehat.
2. Kesetaraan, bersikap adil (meski) pada lawan sekalipun.
3. Kejujuran, jujur itu langgeng.
4. Percaya diri, (yakinkan diri, pengaruhi orang lain).
5. Jejaring, satu juta kawan kurang, satu lawan jangan.
6. Tanggung jawab, tunaikan kewajiban, hadapi persoalan.
7. Sumber daya manusia, pilih yang terbaik dan berdayakan.
8. Inovasi (berkarya tanpa jeda), serta
9. Peduli (menumbuhkan enterpreunership).
Dari kesembilan prinsip bisnis yang beliau peroleh dari proses belajar panjang tersebut, ternyata delapan prinsip diantaranya berkaitan dengan karakter, Cuma satu prinsip yang berkaitan dengan kompetensi.
Pada kesempatan tersebut beliau juga menyampaikan bahwa; “Dalam menegakkan prinsip-prinsip tersebut, saya bisa memahami pernyataan Ken Blanchard, ‘Kalau Anda selalu dihadapkan pada pilihan yang mudah, Anda tidak akan pernah membangun karakter.’ Begitulah yang saya alami dalam mengelola dan mengembangkan Medco Group. Ketika prahara krisis keuangan melanda Indonesia tahun 1997, tak ayal perusahaan yang saya pimpin ini terbelit utang besar akibat nilai tukar rupiah merosot tajam dan kesulitan likuiditas,”.
Pada saat itulah, karakter pengusaha, yaitu prinsip tanggung jawab yang beliau pelajari dari almarhum ayah beliau yang pengusaha, (salah satunya bahwa pengusaha harus bisa membayar utang dengan konsekuensi apapun) menjadi relevan. Berkat prinsip itulah, awal 2005, mayoritas saham perusahaannya bisa beliau kuasai kembali.
“Saya berkeyakinan bahwa dalam jangka panjang, berbisnis yang didasari prinsip-prinsip yang baik, yang secara umum sering disebut berbisnis dengan berpegang teguh pada etika, adalah jaminan utama bagi terselenggaranya kegiatan bisnis dan tercapainya tujuan bisnis yang membawa kemaslahatan bagi masyarakat luas,” ujar beliau.


Wednesday, February 03, 2010

Alasan Sesungguhnya Mengapa Mereka Berada Di Afghanistan

Eramuslim.com, Rabu 3 Februari 2010

Afghanistan tak pernah berhenti dirundung penjajahan dalam beberapa dekade ini. Setelah Russia menyingkir, kini Amerika dan tentara sekutu NATO menduduki negeri mullah itu. Ada apakah sebabnya?

Menurut laporan AFP, Afghanistan adalah negara yang mempunyai cadangan mineral paling kaya, yang menawarkan harapan bagi sebuah negara yang tenggelam dalam kemiskinan setelah puluhan tahun menghabiskan dana perang. Endapan tembaga, besi, emas, minyak-gas, dan batubara, serta permata, sebagian besar belum dimanfaatkan dan masih sedang dipetakan. Hal itu dibeberkan oleh Mohammad Adel Ibrahim, menteri pertambangan Afghanistan.

Namun ironisnya, Afghanistan menjadi salah satu negeri paling miskin di dunia karena bara api yang selalu disulut oleh pihak asing. Asal tahu saja, eksploitasi besar-besaran tembaga—salah satu yang terbesar di dunia—sekitar 30 kilometer (20 mil) timur Kabul, terus terjadi. Sewa 30 tahun tambang tembaga Aynak itu pada bulan November tahun silam ditawarkan kepada China Metallurgical Group Corporation dan kontraknya sedang diselesaikan.

"Diperkirakan bahwa deposit Aynak memiliki lebih dari 11 juta ton (tembaga)," katanya, mengutip survei tahun 1960-an oleh Uni Soviet dan sebuah studi baru oleh United States Geological Survey (USGS). "Dengan harga sekarang, itu seharga 88-miliar dolar deposito!"

Proyek kolosal yang mewakili Aynak ini hanya sebagian kecil dari sumber daya alam Afghanistan. Saat ini USGS sedang melakukan survei nasional kekayaan mineral dan minyak dan gas deposito yang diharapkan akan selesai dalam satu tahun. USGS memperkirakan ada sekitar 700 miliar meter kubik gas dan 300 juta ton minyak di beberapa provinsi utara.

Sebuah survei dari Russia memperkirakan ada lebih dari dua milyar ton cadangan besi di Afghanistan. Salah satu yang paling dikenal adalah deposito besi di Haji Gak, 90 kilometer sebelah barat Kabul.

Tapi untuk semua itu, menurut Adel, pemerintah Afghanistan sudah berencana menawarkan lebih banyak tender proyek-proyek untuk sektor swasta tahun depan. Sudah ada beberapa pertambangan yang berlangsung seperti pertambangan zamrud Panjshir di daerah timur laut Kabul, dimana dinamit digunakan untuk meledakkan tanah agar permata keluar.

"Dalam waktu lima tahun mendatang, Afghanistan tidak akan lagi memerlukan bantuan dunia," kata Adel. "Dalam 10 tahun, Afghanistan akan menjadi negara terkaya di kawasan." Tapi mungkin sang menteri pertambangan lupa, jika semua kekayaan negara yang dikelola pihak asing tak akan pernah dapat memajukan negara manapun di dunia ini. Satu lagi, Adel Baz, negara Anda juga penuh dengan para koruptor! (sa/afp)