Wednesday, January 27, 2010

Efek Domino

Judul tersebut sebagai dua kata yang sering dipakai orang yang kurang lebih diartikan sebagai sebuah kejadian yang mengakibatkan pada kejadian yang lain, kejadian positif atau negatif tidak menjadi soal, yang penting sebuah kejadian yang kemudian menimbulkan kejadian turunan lainnya.

Demikian kejadian yang saya alami beberapa hari lalu. Kamis 21 Januari 2009, sore menjelang maghrib handphone saya berdering, saya angkat, terdengar suara seorang bapak menyapaku, beliau mengungkapkan bahwa di tempat kerja beliau ada problem scale pada pipe line, seraya mananyakan apakah saya bisa memberikan solusinya, saya terlebih dahulu menanyakan dari mana beliau mengetahui saya atau perusahaan tempat saya bekerja, beliau bilang mengetahuinya dari internet, kemudian saya menayakan lokasi perusahaan beliau bekerja, beliau mengatakan di Purwakarta, Jawa Barat, kemudian saya mengiyakan sembari menyampaikan kepada beliau bahwa saya harus melakukan survey terlebih dahulu, sebelum memberikan jawaban bisa atau tidaknya, beliau setuju, beliau minta besok pagi (Jum’at) jam 08.00, saya menyatakan bahwa tidak bisa kalau jam 8 pagi sudah sampai tempat beliau, akhirnya kami sepakati saya sampai di perusahaan beliau bekerja pukul Jumat pagi pukul 10.

Jumat, 22 Januari 2010, subuh saya sudah bangun, usai sholat berjamaah, saya menyempatkan diri membaca beberapa ayat suci Al-Qur’an, kemudian saya memutar musik dari fasilitas mp3 di laptop kesayangan, sengaja saya putar dengan suara keras, meski dengan kapasitas speaker yang pas-pasan, disamping saya sedang menyukai lagu My Facebook nya GIGI, juga dengan harapan membangunkan teman-teman yang tinggal serumah denganku. Seperti biasa, saya ‘menggelar konser mini’ dari kamar saya, menghadirkan musisi dan vokalis kawakan, disamping ada GIGI, ada juga Gun and Roses ada juga KLA Project, tak ketinggalan Siti Nurhaliza dan juga Nidji. Pokoknya ada konser nan meriah dari konser saya.

Pukul 07.35 saya mandi dan kemudian bersiap berangkat ke kantor. Pukul 08.00 saya benar-benar sudah siap, rupanya ketika sedang berkemas, saya lupa memindahkan kunci motor dari tempat biasa saya menaruh ke tempat lain, bukannya memasukkan ke kantong celana atau saku, hal tersebut menjadi muasal problem saya hari itu, ketika hendak mengeluarkan motor, kunci tidak berada di tempatnya, saya cari ke berbagai tempat, hasilnya nihil, akhirnya saya putuskan untuk untuk berangkat tanpa naik motor, alternatifnya tentu Busyway, dari halte Utan Kayu ke arah Halte Matraman, dari sana saya mengambil jurusan yang ke Ancol langsung, artinya zonder transit di Halte Senen, kemudian turun di Halte Golden Gunung Sahari, dari sana saya jalan kaki ke kantor, agak jauh memang, tapi lumayan juga, sebab saya niatkan sekalian olahraga. Akhirnya keputusan tersebut saya ambil. Ternyata saya belum sampai Halte Matraman, si Bapak sudah menelpon saya, beliau memastikan kedatangan saya, saya mengiyakan bahwa saya jadi ke perusahaan beliau bekerja di Purwakarta, jam 10.00 sesuai rencana. Kemudian saya menelpon Kodri, Technical Chemist di kantor kami, ia bilang sedang periksa ke dokter, untuk melepaskan jahitan akibat terpeleset sewaktu ada pengerjaan descaling di Cilegon, dia bilang bisa datang ke kantor agak siang, karna hari itu hari Jum’at, maka kuartikan ba’da Jum’at.

Singkat kisah, alhamdulillah saya bisa sampai kantor, ternyata jam sudah menunjukkan pukul 09.20. artinya tinggal 40 menit lagi jam 10.00. Lebih apesnya lagi, di kantor sudah tidak ada teman, terutama Chemist, Bani dan Kuncoro sudah tak nampak batang hidungnya, yang tersisa tinggal para staf yang jenis kelaminnya perempuan, yang paling dekat dengan kami si Meri nampak masih asyik dengan lipatan muka dan cemberutnya, yang ada tinggal Pak Junaidi, sang Brand Sales Manager di kantor kami, beliau sedang asyik memberi training pada kandidat Sales Engineer. Meski Pak Jun menyampaikan bahwa mobil beliau boleh saya bawa, namun sia-sia saja, sebab saya tidak (atau lebih tepatnya belum) bisa menyetir. Pak Wawan yang entengan dan mau diajak kemanapun hari itu kebetulan sedang tidak bisa datang ke kantor, mestinya saya bisa mengajaknya untuk menyetir mobil tersebut. Akhirnya ketika jam menunjukkan pukul 09.45 saya mengirim SMS ke nomor handphone si bapak yang kemarin sore menelpon saya, saya sampaikan bahwa “Mohon maaf Pak, hari ini saya tidak bisa datang tepat waktu jam 10.00 di kantor Bapak, sebab Techical Chemist kami mendadak harus periksa ke dokter, kami bisa sampai usai Jumat nanti” beliau menjawa “Ok, saya tunggu”. Menjelang jam 11.00 saya keluar kantor, minta diantar Antoni untuk ke Masjid yang ada di komplek Kemayoran. Sesampai di masjid saya wudhu kemudian masuk masjid, membuka dan mengaktifkan laptop, membaca beberapa artikel hasil unduhan down load yang saya simpan, sampai menjelang waktu sholat Jumat datang, saya menyempatkan diri berkirim SMS ke Kodri, memberitahukan ke dia, kalau saya menunggunya di Masjid Kemayoran, dia mengiyakan, dan habis Jumat katanya akan segera meluncur, kemudian mengambil air wudhu lagi, usai itu mencari posisi yang enak untuk menempatkan tas saya, sebab bila lengah, tangan iseng nan jahil siap membawa kabur tas saya. Ketika mengambil wudhu yang kedua tersebut, saya merasa ada yang tidak beres dengan perut saya, terasa diaduk-aduk, dan kadang bunyi tidak karuan, meski tidak sakit namun sangat tidak nyaman, Sepanjang saya mendengarkan khutbah Jumat hari itu dan ditambah sholat dua rekaat, benar-benar perut terasa tidak nyaman. Akhirnya usai jumat saya minum the manis hangat di depan masjid tersebut, dan ketika toilet sudah saya rasa sepi, saya menerima ajakan perut untuk memasuki toilet, ternyata saya terkena diare, usai keluar dari toilet saya wudhu, kemudian rebahan, sembari memutar otak, mengingat-ingat apa yang sudah saya masukkan ke dalam perut saya, sehingga mengakibatkan kejadian tersebut. Kesimpulan saya, saya sudah memakan roti pada Kamis malam sebelumnya, roti yang saya beli pada Senin pagi dan saya taruh di kulkas, kemudian saya makan pada Kamis malam tersebut, kemungkinan kedua, penyebab ketidakberesan perut (baca; diare) tersebut, adalah pecel lele yang saya makan di food court Atrium Senen pada Kamis siang, usai menonton film Jacky Chan, Spy Next Door. Saya berpikir demikian sebab waktu itu saya memesan lele dengan gorengan yang tidak kering, dan ketika saya makan, ternyata masih ada tersisa darah segar yang tertinggal di dalam daging lele tersebut. Tapi kemungkinan kedua ini kecil sekali, demikian analisa saya.

Ketika waktu menunjukkan pukul 13.05 saya menelpon Kodri, memastikan kedatangannya, dia bilang bahwa dia sudah di jalan, tanpa menyebutkan di jalan mana, agak terhibur, meski tetap saja tidak yakin bila ia benar-benar akan segera datang ke tempat saya menunggunya. Pukul 13.35 si bapak menelpon saya, menanyakan sudah sampai mana saya, saya menjawab dengan balik nanya, “Sore ini Bapak pulang jam berapa? Sebab saya mungkin akan bisa sampai tempat Bapak agak sore, rekan saya Chemist baru keluar dari dokter”, nampaknya beliau tidak berkenan dengan jawaban saya tersebut, dengan nada agak marah beliau bilang ; “Wah…kacau! Katanya mau datang habis Jum’at, ini perusahaan Jepang Pak” kemudian saya memohon maaf, dan menegaskan bahwa keterlambatan saya ini benar-benar diluar dugaan apalagi niat saya, nampaknya beliau tidak berkenan memahami kondisi yang saya sampaikan, akhirnya beliau memutuskan agar saya tidak usah datang, saya Tanya tidak usah datang hari ini atau selamanya, beliau menjawab “selamanya”, dengan nada berat saya menyampaikan terima kasih, entah terima kasih untuk apa. Setelah kejadian tersebut saya putuskan untuk pulang, dengan taksi meluncur dari Kemayoran ke Utan Kayu.

Demikian, efek domino negatif yang saya alami, berawal dari hal yang semula sepele, lupa memindahkan kunci dari tempatnya kemudian menjadikan saya harus berangkat kerja dengan naik Bus Way yang memang tetap lamban dan berdesakan, tidak bisa secepat naik motor, kemudian berakibat sampai di kantor kesiangan, yang mengakibatkan sudah tidak ada teman yang saya butuhkan yang masih stay di kantor, kemudian akhirnya kehilangan calon costumer. Semoga kejadian ini tidak pernah terulang.