Friday, October 09, 2009

Polpulasi Muslim Dunia, Kebrutalan Bangsa Kulit Putih dan Soft Power

Laporan hasil riset terbaru yang dikeluarkan oleh Pew Forum on Religion and Public Life menunjukkan bahwa populasi atau jumlah umat Islam penghuni bumi adalah sekitar 1,57 miliar jiwa, jumlah tersebut sama dengan 23% dari populasi manusia sejagat, yaitu 6,8 miliar jiwa.
Laporan tersebut direalese dengan judul “Mapping The Global Muslim Population”. Dari laporan tersebut juga dipastikan bahwa Indonesia menjadi negara dengan jumlah penganut muslim terbanyak di dunia, yaitu berkisar 200 juta jiwa, urutan kedua ditempati oleh Pakistan, dengan jumlah kaum muslim sebanyak 175 jiwa, dan kemudian India ditempat ketiga dengan jumlah 160 juta jiwa.
Tim Pew Forum menghabiskan waktu hampir tiga tahun untuk menganalisis data terbaik yang tersedia dari 232 negara dan wilayah. Penelitian itu bermaksud untuk mendapat gambaran komprehensif terbaik tentang populasi Muslim dunia pada waktu tertentu. Mereka mengambil data yang mereka gabungkan dari sensus dan survei nasional dan memproyeksikannya berdasarkan pada apa yang mereka tahu tentang pertambahan penduduk di setiap negara.
Bagi kita umat Islam tentu jumlah itu cukup mengegembirakan, sebab dari hasil riset tersebut juga bisa menjadi indikator keberhasilan umat Islam dalam menyebarluaskan ajaran agamanya, namun disisi lain, juga bisa menjadi sebuah keprihatinan tersendiri, sebab kuatitas yang makin besar belum didiringi dengan kualitas yang menggembirakan. Sebagai contoh Indonesia sebagai negara berpenduduk muslim terbesar dunia, namun ternyata juga menjadi menduduki peringkat kedua (setelah Rusia) dalam hal pornografi, padahal orang Islam tahu, pornografi merupakan salah satu hal yang terlarang dalam ajaran agamanya, bahkan sangat terlarang, ironis memang, namun seperti itulah realitasnya.
Pada saat yang bersama an dengan dikeluarkannya hasil riset ini, kita juga melihat realitas bahwa negara-negara Barat, dalam hal ini dimotori oleh Amerika, tengah melampiaskan nafsunya guna menguasai sebagian negara-negara Islam, impilkasi dari nafsu brutal Amerika dan sekutunya tersebut adalah pembasmian kaum muslim di sebagian negara muslim yang saat ini mereka jajah, kita ambil contoh di Irak, Afganistan dan juga Palestina, dengan berbagai dalih pembenaran mereka mengerahkan pasukan perangnya dalam jumlah yang sangat besar. Nyawa umat Islam bagi mereka sangat tidak berharga, hak asasi manusia yang mereka agungkan di negaranya mereka abaikan. Seolah-olah hanya mereka yang punya hak asasi manusia dan punya hak hidup di muka bumi ini.
Bangsa Barat, dalam hal ini Eropa dan Amerika, tidak menyadari bahwa dengan ‘soft power’ yang dimiliknya diam-diam kaum muslim sebenarnya sedang menguasai tanah tumpah darah mereka, hanya memang bedanya, tidak dengan jalan peperangan dan pertumpahan darah. Lihat betapa pesatnya perkembangan jumlah penganut muslim di daratan Eropa, di Amerika pun menunjukkan bukti yang sama, Islam menjadi agama yang jumlah penganutnya paling pesat pertambahannya. Beberapa faktor yang menjadi penyebab pesatnya pertumbuhan jumlah umat Islam di kedua benua tersebut, diantaranya adalah kesadaran sebagian penduduk benua biru dan negeri Paman Sam akan kebenaran sejati yang ada dalam ajaran Islam, setelah batin mereka sekian lama mengalami diaspora, akhirnya hidayah mendatangi mereka, mereka meyakini sepenuh hati bahwa Islam adalah agama yang paling rasional dan universal ,hal tersebut dibuktikan dengan logika dalam ajaran-ajarannya. Faktor lain yang menjadi pemicu pesatnya jumlah pemeluk Islam di negara-negara Barat adalah imigrasi, ya…perpidahan penduduk dari negara-negara muslim tidak dipungkiri menjadi faktor lain penyebab pesatnya pertumbuhan jumlah penganut Islam, hal tersebut didukung juga oleh total fertility rate yang tak berimbang, di satu sisi, penduduk pribumi (bangsa kulit putih) mengalami penurunan tingkat kelahiran, sementara pada kalangan pendatang tingkat kelahiran cukup stabil, dalam jumlah lebih dari 3 anak per keluarga.
Ada satu instrumen lagi yang kadang orang lupa memperhitungkannya, yaitu faktor ekonomi. Tumbangya ekonomi kapitalis liberal menjadi berkah tersendiri bagi pencarian model penataan ekonomi baru, dan salah satu model aplikasi ekonomi yang sangat diperhitungkan adalah ekonomi syariah, salah satu cabang ajaran Islam yang kini makin digandrungi di kalangan orang-orang Barat.

Wednesday, October 07, 2009

Indonesia dan G 20

Terhitung sejak Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) Kelompok G 20 (G-20) di Pittsburgh, AS, akhir September 2009, secara resmi terjadi penggantian fungsi Kelompok 8 (G-8) oleh kelompok G-20 sebagai forum resmi kerjasama ekonomi global.
Dengan demikian G-20 merupakan kekuatan yang sangat signifikan dalam percaturan ekonomi global, sebab secara statistik negara-negara G-20 menguasai 85 persen Gross National Product (GNP) dunia, dan 80 persen perdagangan global. Bagi Indonesia sendiri penggabungan tersebut merupakan sebuah ‘berkah’ tersendiri, sebab peleburan G-8 menjadi G-20 otomatis memasukkan Indonesia ke jajaran kelompok elite dunia. Perubahan tersebut juga mencerminkan pergeseran kekuatan yang fundamental dari negara industri ke negara berkembang.
Menurut Kompas, sebenarnya wacana perluasan G-8 menjadi G-20 sudah ada dalam berbagai pertemuan G-20. Tetapi, wacana tinggal wacana, karena masih banyak ganjalan, termasuk sikap Jepang yang menolak China tampil ke panggung dunia.
Namun, keputusan para pemimpin negara yang berkumpul di Pittsburgh untuk menggantikan G-8 menjadi G-20 terjadi juga, lebih cepat dari yang diduga. Alasannya antara lain terjadinya krisis ekonomi global telah mempercepat perubahan tatanan ekonomi global.
Meski telah terjadi penggabungan dan atau peleburan, G-8 tetap akan terus mengadakan pertemuan untuk membahas hal-hal penting negara-negara maju, seperti isu keamanan internasional. Akan tetapi pertemuan G-8 akan diadakan ketika para kepala negara berkumpul untuk pertemuan lain, bukan pertemuan khusus seperti KTT.
Dunia saat ini tidak hanya dikusai oleh 8 negara industri kaya yang didominasi oleh AS dan negara-negara Uni Eropa. Arus barang dan jasa juga banyak mengalir dari negara-negara berkembang yang dahulu dipandang sebelah mata oleh negara-negara industri.
Perekonomian negara-negara berkembang saat ini telah menempati lebih dari separuh perekonomian global. Sayangnya, bayak dari negara yang ekonominya bertumbuh sangat cepat tak termasuk dalam kelompok elite G-8 itu. Memang, dalam pertemuan-pertemuan G-8 sering juga diundang negara berkembang seperti China. Namun kenyataannya G-8 tetap saja merupakan kelompok ekslusif elite negara-negara industri.
Selain inisiatif presiden AS Barrack Obama, China dan Brasil juga merupakan negara berkembang yang mendorong perluasan perluasan G-8 menjadi G-20. meningkatnya peranan G-20 membuat terjadinya perubahan terbesar dan terpenting dalam perekonomian global. Hal ini mengubah akar koordinasi kerjasama internasional dalam beberapa dekade terakhir.
Indonesia sebagai salah satu anggota G-20, merupakan salah satu pihak yang senang dengan keputusan digantikannya G-8 menjadi G-20 itu. Menurut Presiden SBY dalam jumpa pers di Pittsburgh, Indonesia berada dalam posisi strategis dalam menentukan arah dan kebijakan perekonomian global.
Kelak, Indonesia sebagai negara dengan ekonomi nomer 16 di dunia akan lebih banyak lagi diajak berdiskusi dan akan didengar pendapatnya di G-20. Posisi tawar akan menjadi semakin kuat dibandingkan dengan hanya menjadi tamu dan penonton G-8.
Persoalannya, apakah kita mampu memanfaatkan dengan maksimal posisi tawar yang semakin kuat ini dengan dalam percaturan ekonomi internasional. Kredo bahwa keinginan negara industri sering justru merugikan negara berkembang seharusnya dapat diubah dengan semakin besarnya peranan negara berkembang, termasuk Indonesia.
Sebagai negara yang diperhitungkan, Indonesia harus berani menyuarakan perlawanan atau ketidaksepakatan dengan negara-negara yang lebih besar dan lebih kuat. Banyak hal menantang yang seharusnya dapat disuarakan oleh Indonesia dalam forum tersebut. Misalnya soal utang, ketanagakerjaan, perdagangan, dan ekspor. Negara berkembang, termasuk Indonesia telah diberikan kesempatan lebih memiliki gigi dalam forum ini.
Adapun negara-negara yang berkumpul dalam forum G-20 di Pittsburgh tersebut adalah;
1. Afrika Selatan : Presiden Jacob Zuma
2. Amerika Serikat : Presiden Barrack Obama
3. Arab Saudi : Raja Abdullah
4. Argentina : Presiden Cristina Fernandes de Kirchner
5. Australia : Perdana Menteri Kevin Rudd
6. Brasil : Presiden Luiz Inacio Lula da Silva
7. China : Presiden Hu Jintao
8. India : Perdana Menteri Manmohan Singh
9. Indonesia : Presiden Susilo Bambang Yudhoyono
10. Inggris : Perdana Menteri Gordon Brown
11. Italia : Perdana Menteri Silvio Berlusconi
12. Jepang : Perdana Menteri Yukio Hatoyama
13. Jerman : Kanselir Angela Merkel
14. Kanada : Perdana Menteri Stephen Herper
15. Korea Selatan : Presiden Lee Myung-bak
16. Meksiko : Presiden Filipe Calderon
17. Perancis : Presiden Nicolas Sarkozy
18. Rusia : Presiden Dmitry Medvedev
19. Turki : Perdana Menteri Recep Tayyip Erdogan
20. Uni Eropa : Diwakili oleh presiden bergilir UE dan Bank Sentral
Eropa